Lensaperistiwa.com – Jakarta
Prof Eva Achjani Zulfa SH MH dikukuhkan sebagai Guru Besar Tetap Fakultas Hukum Universitas Indonesia, bidang Hukum Sanksi dan Restorative Justice pada 18 Desember 2024 oleh Rektor Universitas Indonesia Prof Heri Hermansyah PhD. Dalam pidato pengukuhan yang berjudul Restorative Justice : Gerakan Sosial Masyarakat Global dalam Upaya Memulihkan Keadilan, ia menyadari betul bahwa tema restorative justice telah banyak disampaikan dan pidato pengukuhannya ini bukan hanya satu-satunya yang membahas tentang restorative justice. Tetapi itu pula yang membuktikan bahwa gerakan restorative atau pemulihan merupakan suatu gerakan sosial yang menjadi bahan diskusi yang memancing banyak perhatian baik dikalangan akademisi dan praktisi di berbagai negara di Seluruh Dunia.
Gerakan restorative justice yang muncul lebih dari setengah abad yang lalu, menjadi topik sentral dalam mempertanyakan tentang masa depan hukum pidana dan sistem peradilan pidana. Bahkan dalam beberapa tahun terakhir ini konsep ini juga menjadi menonjol dalam perdebatan tentang bagaimana masyarakat menanggapi kenakalan anak dan remaja, konflik yang terjadi disekolah, lingkungan dan tempat kerja dalam kehidupan sehari-hari. Bukan hanya itu, bahkan konsep ini juga diperbincangkan dalam diskusi tentang kemungkinannya dalam penanganan kejahatan domestic atau serius seperti narkotika, korupsi, pelanggaran HAM berat dan bahkan terorisme.
Banyak penulis mencatat tentang ratusan skema yang dikembangkan akademisi, penegak hukum dan pembuat kebijakan di seluruh dunia dalam rangka mengadaptasi restorative ini dalam skema system peradilan. Tentu pekerjaan yang tidak mudah. Gerakan keadilan restoratif merupakan gerakan sosial global dengan keragaman internal yang sangat besar. Karena setiap negara, wilayah atau kelompok masyarakat memiliki kekhasan dalam jenis konflik sosial yang terjadi dan pendekatan yang berbeda-beda.Bahwa restorative justice merupakan suatu konsep yang terbuka. Potensi trasformatif atas penerapannya di berbagai perkara kedepan pasti akan banyak mengejutkan berbagai pihak. Utamanya dalam perkembangan penerapan diberbagai jenis dan kualifikasi tindak pidana yang tidak terfikirkan sebelumnya.
Eva memastikan bahwa ke depan Restorative justice akan mengalami transformasi dan perkembangan terus-menerus seiring dengan perkembangan modus operandi, model kejahatan serta perkembangan cara penanganannya. Dan kita semua harus bersiap untuk itu. Kitab Undang-undang Hukum Pidana yang baru yaitu Undang-Undang No. 1 Tahun 2023 paling tidak telah membuka jalan bagi penegak hukum untuk dapat meramu model sanksi yang tepat yang dapat diberikan kepada pelaku tindak pidana dengan mengacu pada tujuan pemidanaan berbasis restorative justice. Sayangnya kita masih memiliki tunggakan pekerjaan rumah yaitu pembaharuan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana yang mampu memberikan ruang bagi model penanganan perkara pidana yang juga berbasis restorative justice. @ Red